Sejarah PMR
A. Sejarah GerakanPerang Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino,
sebuah kota kecil yang terletak di
daratan rendah Propinsi Lambordi,
sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis
dan Austria. Pertempuran yang berlangsung
sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan
puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40
ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban,
dimana pertempuran berlangsung antar kelompok
yang saling
berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman
itu. Tak ubahnya seperti pembantaian
massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan
militer tidak memperhatikan kepentingan
orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya
dianggap sebagai „makanan meriam‟.
Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka
yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli
bedah pun sangat tidak
mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat
seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang
sangat mengerikan itu, menggugah Henry
Dunant, seorang
pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910)
yang kebetulan lewat dalam perjalanannya
untuk menemui Kaisar
Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun
menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan
akibat pertempuran,
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar.
Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh
menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan
dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan
medis yang tidak
mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam
tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata
bijaknya
yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti
fratelli (Kita semua saudara), membuka hati
para sukarelawan untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk
yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian
dunia akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada
bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
· Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri
dari sukarelawan untuk merawat orang
yang terluka pada waktu perang.
· Perlunya kesepakatan internasional guna
melindungi prajurit yang terluka dalam medan
perang dan orang-
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di
Eropa dan juga para pemimpin
militer, politikus, dermawan dan teman-temannya.
Usaha itu segera membuahkan hasil yang
tidak terduga. Dunant
diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana.
Banyak orang yang tertarik dengan ide
Henry Dunant, termasuk
Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga
ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS).
Moynier pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang
berlangsung pada 9 Februari 1863
di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota
GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga
ditunjuklah empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya
ide Henry Dunant. Mereka
adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
3. dr. Theodore Maunoir
4. Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota
GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk
menjadi
sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite
Lima berganti nama menjadi Komite Tetap
Internasional untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu
Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap
Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang
Terluka, atas
bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan
Konferensi Internasional pertama di
Jenewa yang dihadiri
perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden,
Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris,
Italia, Norwegia, Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa
Negara tersebut saat ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut,
adalah disepakatinya satu konvensi yang
terdiri dari sepuluh pasal,
beberapa diantaranya merupakan pasal krusial
yaitu digantinya nama Komite Tetap
Internasional untuk Menolong Prajurit yang
Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG
MERAH atau ICRC (International
Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya
tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi
pertolongan prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar
putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863,
gagasan pertama Dunant – untuk membentuk
perhimpunan para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa
dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah berlangsungnya konferensi internasional
di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg,
Belgia dan Prusia.
Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis,
Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan
Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi
Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi
donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi
disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan
tersebut dinamakan
“Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi
tentara yang terluka di medan perang” dan
disetujui pada tanggal 22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang
kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit yang terluka pada saat peperangan
dan membuat negara-negara memberikan status netral
pada prajurit yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada akhir perang dunia pertama sebagian
besar daerah di Eropa sangat kacau,
ekonomi rusak, populasi
berkurang drastis karena epidemi. Sejumlah
besar pengungsi yang miskin dan orang
yang tidak mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua itu. Perang tersebut
sangat jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat
menarik ribuan sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada
konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai
negara menjadi sebuah organisasi
setara dengan liga bangsa-bangsa; dalam hal
peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah
penyakit dan
mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis,
Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5
Mei 1919 dengan tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara
yang telah sangat menderita setelah perang.
Liga itu juga bertujuan untuk „memperkuat
dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah
ada dalam Perhimpunan
Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.
Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka
yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli
bedah pun sangat tidak
mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat
seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang
sangat mengerikan itu, menggugah Henry
Dunant, seorang
pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910)
yang kebetulan lewat dalam perjalanannya
untuk menemui Kaisar
Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun
menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan
akibat pertempuran,
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar.
Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh
menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan
dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan
medis yang tidak
mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam
tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata
bijaknya
yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti
fratelli (Kita semua saudara), membuka hati
para sukarelawan untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk
yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian
dunia akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada
bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
· Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri
dari sukarelawan untuk merawat orang
yang terluka pada waktu perang.
· Perlunya kesepakatan internasional guna
melindungi prajurit yang terluka dalam medan
perang dan orang-
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di
Eropa dan juga para pemimpin
militer, politikus, dermawan dan teman-temannya.
Usaha itu segera membuahkan hasil yang
tidak terduga. Dunant
diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana.
Banyak orang yang tertarik dengan ide
Henry Dunant, termasuk
Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga
ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS).
Moynier pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang
berlangsung pada 9 Februari 1863
di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota
GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga
ditunjuklah empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya
ide Henry Dunant. Mereka
adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
3. dr. Theodore Maunoir
4. Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota
GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk
menjadi
sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite
Lima berganti nama menjadi Komite Tetap
Internasional untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu
Jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap
Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang
Terluka, atas
bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan
Konferensi Internasional pertama di
Jenewa yang dihadiri
perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden,
Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris,
Italia, Norwegia, Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa
Negara tersebut saat ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut,
adalah disepakatinya satu konvensi yang
terdiri dari sepuluh pasal,
beberapa diantaranya merupakan pasal krusial
yaitu digantinya nama Komite Tetap
Internasional untuk Menolong Prajurit yang
Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG
MERAH atau ICRC (International
Committeee of the Red Cross) dan ditetapkannya
tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi
pertolongan prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar
putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863,
gagasan pertama Dunant – untuk membentuk
perhimpunan para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa
dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah berlangsungnya konferensi internasional
di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg,
Belgia dan Prusia.
Perhimpunan lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis,
Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan
Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi
Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi
donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi
disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan
tersebut dinamakan
“Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi
tentara yang terluka di medan perang” dan
disetujui pada tanggal 22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang
kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit yang terluka pada saat peperangan
dan membuat negara-negara memberikan status netral
pada prajurit yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada akhir perang dunia pertama sebagian
besar daerah di Eropa sangat kacau,
ekonomi rusak, populasi
berkurang drastis karena epidemi. Sejumlah
besar pengungsi yang miskin dan orang
yang tidak mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua itu. Perang tersebut
sangat jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat
menarik ribuan sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada
konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai
negara menjadi sebuah organisasi
setara dengan liga bangsa-bangsa; dalam hal
peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah
penyakit dan
mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis,
Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5
Mei 1919 dengan tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara
yang telah sangat menderita setelah perang.
Liga itu juga bertujuan untuk „memperkuat
dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah
ada dalam Perhimpunan
Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.‟ Bagian penting dari kerja
Federasi adalah
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi.
Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama
Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC
(International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional,
merupakan bagian dari komponen Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah atau
biasa disebut dengan ”Gerakan” saja.
Komponen Gerakan dalam menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut
dalam Statuta Gerakan.
ICRC
Sebagai sebuah lembaga swasta dan mandiri,
ICRC bertindak sebagai penengah yang netral
antara dua negara
yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata
Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu,
juga berusaha untuk menjamin bahwa korban
kekerasan di atas, baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional,
aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada Konvensi dan protokol-protokolnya. Ini
alasan mengapa kita mengatakan bahwa sebuah
mandat khusus telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi
tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam
Statuta Gerakan.
ICRC adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil
keputusan atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu
mereka menjadi bagian resmi dari Gerakan.
ICRC bekerja untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi
Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan
memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi
kemanusiaan yang ada di setiap
negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak
ada negara yang dapat memiliki lebih dari
satu Perhimpunan
1
Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki),
sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang
perhimpunan nasionalnya.
Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh ICRC
dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru
didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus
memenuhi 10 syarat yaitu:
• Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
• Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya
• Diakui oleh Pemerintah Negaranya
• Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
• Bersifat mandiri
• Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
• Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh
wilayah negaranya
• Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
• Menyetujui Statuta Gerakan
• Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
IFRC
Seluruh Perhimpunan Nasional adalah anggota dari
IFRC. Badan ini mendukung aktivitas kemanusiaan
yang
dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional atas nama
kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai
juru bicara dan
sebagai wakil Internasional mereka. Federasi
mendukung Perhimpunan Nasional dan ICRC
dalam usahanya untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi.
Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama
Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC
(International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional,
merupakan bagian dari komponen Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah atau
biasa disebut dengan ”Gerakan” saja.
Komponen Gerakan dalam menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut
dalam Statuta Gerakan.
ICRC
Sebagai sebuah lembaga swasta dan mandiri,
ICRC bertindak sebagai penengah yang netral
antara dua negara
yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata
Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu,
juga berusaha untuk menjamin bahwa korban
kekerasan di atas, baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional,
aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada Konvensi dan protokol-protokolnya. Ini
alasan mengapa kita mengatakan bahwa sebuah
mandat khusus telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi
tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam
Statuta Gerakan.
ICRC adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil
keputusan atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan Nasional, dimana dengan itu
mereka menjadi bagian resmi dari Gerakan.
ICRC bekerja untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi
Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan
memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi
kemanusiaan yang ada di setiap
negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak
ada negara yang dapat memiliki lebih dari
satu Perhimpunan
1
Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki),
sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang
perhimpunan nasionalnya.
Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh ICRC
dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru
didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus
memenuhi 10 syarat yaitu:
• Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
• Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya
• Diakui oleh Pemerintah Negaranya
• Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
• Bersifat mandiri
• Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
• Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh
wilayah negaranya
• Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
• Menyetujui Statuta Gerakan
• Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
IFRC
Seluruh Perhimpunan Nasional adalah anggota dari
IFRC. Badan ini mendukung aktivitas kemanusiaan
yang
dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional atas nama
kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai
juru bicara dan
sebagai wakil Internasional mereka. Federasi
mendukung Perhimpunan Nasional dan ICRC
dalam usahanya untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
LAMBANG PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Lambang
Lambang Palang Merah
Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk
memberikan pertolongan kepada
tentara yang terluka di medan perang,
pada waktu itu setiap pelayanan medis
kemiliteran memiliki tanda pengenal
sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan
bendera putih. Perancis menggunakan
bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning.
Akibatnya, walaupun tentara tahu apa tanda
pengenal dari
personel medis mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal
personel medis lawan mereka. Pelayanan
medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai
bagian dari kesatuan tentara, sehingga
tanda pengenal tersebut bukannya memberi perlindungan
namun juga dianggap sebagai target bagi tentara
lawan yang
tidak mengetahui apa artinya.
Lambat laun muncul pemikiran yang mengarah
kepada pentingnya mengadopsi Lambang yang
menawarkan
status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula
perlindungan mereka yang membantu di
medan perang. Kepentingan tersebut menuntut
dipilihnya hanya satu Lambang. Namun yang
menjadi masalah
kemudian, adalah memutuskan bentuk Lambang yang
akan digunakan oleh personel medis sukarela di
medan perang.
Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan berwarna putih dipertimbangkan
sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna
putih telah digunakan dalam konflik
bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda
gencatan senjata, khususnya untuk
menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih
pun dapat menimbulkan kebingungan sehingga
perlu dicari suatu
kemungkinan Lambang lainnya.
Delegasi dari Konferensi Internasional tahun 1863 akhirnya memilih Lambang
Palang Merah di atas dasar putih,
warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas
dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap
Negara Swiss yang memfasilitasi berlangsungnya
Konferensi Internasional saat itu. Bentuk
Palang Merah pun
memberikan keuntungan teknis karena dinilai
memiliki desain yang sederhana sehingga
mudah dikenali dan mudah
dibuat. Selanjutnya pada tahun 1863, Konferensi
Internasional bertemu di Jenewa dan sepakat
mengadopsi Lambang
Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan
bagi tentara yang terluka – yang kemudian
berubah menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada
tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas
dasar putih
secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.
Lambang Bulan Sabit Merah
Delegasi dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk
menampilkan sebuah simbol kepentingan
tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas
dasar putih. Namun pada tahun 1876 saat
Balkan dilanda perang,
sejumlah pekerja kemanusiaan yang tertangkap
oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki)
dibunuh semata-mata karena
mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta
penjelasan mengenai hal ini, mereka
menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan
terhadap Lambang berbentuk palang dan
mengajukan agar
Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk
menggunakan Lambang yang berbeda
yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini
perlahan-lahan mulai diterima dan memperoleh semacam
pengesahan dalam
bentuk “reservasi” dan pada Konferensi
Internasional tahun 1929 secara resmi
diadopsi sebagai Lambang yang diakui dalam Konvensi,
bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di atas dasar putih yang saat
itu dipilih oleh
Persia (saat ini Iran). Tahun 1980,
Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi
menggunakan Lambang tersebut dan
memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah.
Lambang Kristal Merah
Pada Konferensi Internasional yang ke-29
tahun 2006, sebuah keputusan penting
lahir, yaitu diadopsinya
Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam
Gerakan dan memiliki status yang sama dengan
Lambang
lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang
mengesahkan Lambang Kristal Merah
tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan
Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang sudah
disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005. Usulan membuat
Lambang keempat, yaitu Kristal Merah,
diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika Lambang
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
bisa digunakan dan
„masuk‟ ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak selain
Gerakan yang
menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan
tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan
yaitu: dapat digunakan secara
penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti
mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
yang
sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang
Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika
Lambang
lainnya tidak dapat diterima di suatu
daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional,
ICRC dan Federasi pun dapat
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa
mengganti kebijakan merubah Lambang
sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ada dalam:
1. Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2. Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3. Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5. Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional tahun 1991
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
boleh sampai menyentuh
pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah
lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang
Bulan Sabit Merah, arah menghadapnya (ke kanan
atau ke kiri) tidak ditentukan, terserah
kepada Perhimpunan yang
menggunakannya.
Selanjutnya, aturan penggunaan Lambang bagi
Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga
yang menjalin
kerjasama dengan Perhimpunan Nasional, misalnya
untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial
lainnya tercantum
dalam “Regulations on the Use of the Emblem
of the Red Cross and of the Red
Crescent by National Societies”.
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku
sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
· Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
· Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan
perang/konflik
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam
ukuran kecil, berfungsi pula untuk
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai
Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau
bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk
itu, Gerakan secara organisasi dapat
mengatur secara teknis penggunaan Tanda
Pengenal misalnya dalam seragam,
bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal
pun harus didasarkan pada undang-
undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.
Apabila Lambang digunakan sebagai tanda
pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan
sebuah reaksi
otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus
selalu ditampakkan dalam bentuknya
yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan
padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan
Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus
dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin,
ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang
menandakan adanya perlindungan
bagi:
· Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata
· Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
· Unit dan transportasi medis Perhimpunan
Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan
terhadap pelayanan
medis angkatan bersenjata
· Peralatan Medis
Penyalahgunaan Lambang
Setiap negara peserta Konvensi Jenewa
memiliki kewajiban membuat peraturan atau
undang-undang untuk
mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus
mengesahkan suatu peraturan untuk
melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah. Dengan demikian, pemakaian
Lambang yang tidak
diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan
Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum.
Bentuk-bentuk
penyalahgunaan Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation):
Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalah
artikan sebagai lambang Palang Merah atau
bulan sabit merah
(misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan
komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan
sabit merah oleh kelompok atau perseorangan
(perusahaan
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb)
atau penggunaan lambang oleh orang
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang
yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya
untuk dapat melewati batas negara dengan lebih
mudah
pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave
misuse)
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan
sabit merah dalam masa perang untuk
melindungi kombatan
bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya
ambulans atau helikopter ditandai dengan
lambang untuk mengangkut
kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan
amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah)
dianggap sebagai
kejahatan perang.
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar
Definisi
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab
utama, asal atau dasar. Prinsip juga
dapat berarti „suatu aturan-aturan dasar yang
mengekspresikan nilai-nilai dasar suatu kelompok
komunitas yang tidak
berubah-ubah dalam keadaan apapun.
menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan
tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan
yaitu: dapat digunakan secara
penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti
mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
yang
sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang
Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika
Lambang
lainnya tidak dapat diterima di suatu
daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional,
ICRC dan Federasi pun dapat
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa
mengganti kebijakan merubah Lambang
sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ada dalam:
1. Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2. Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3. Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5. Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional tahun 1991
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
boleh sampai menyentuh
pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah
lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang
Bulan Sabit Merah, arah menghadapnya (ke kanan
atau ke kiri) tidak ditentukan, terserah
kepada Perhimpunan yang
menggunakannya.
Selanjutnya, aturan penggunaan Lambang bagi
Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga
yang menjalin
kerjasama dengan Perhimpunan Nasional, misalnya
untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial
lainnya tercantum
dalam “Regulations on the Use of the Emblem
of the Red Cross and of the Red
Crescent by National Societies”.
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku
sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
· Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
· Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan
perang/konflik
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam
ukuran kecil, berfungsi pula untuk
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai
Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau
bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk
itu, Gerakan secara organisasi dapat
mengatur secara teknis penggunaan Tanda
Pengenal misalnya dalam seragam,
bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal
pun harus didasarkan pada undang-
undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.
Apabila Lambang digunakan sebagai tanda
pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan
sebuah reaksi
otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus
selalu ditampakkan dalam bentuknya
yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan
padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan
Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus
dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin,
ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang
menandakan adanya perlindungan
bagi:
· Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata
· Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
· Unit dan transportasi medis Perhimpunan
Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan
terhadap pelayanan
medis angkatan bersenjata
· Peralatan Medis
Penyalahgunaan Lambang
Setiap negara peserta Konvensi Jenewa
memiliki kewajiban membuat peraturan atau
undang-undang untuk
mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus
mengesahkan suatu peraturan untuk
melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah. Dengan demikian, pemakaian
Lambang yang tidak
diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan
Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum.
Bentuk-bentuk
penyalahgunaan Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation):
Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalah
artikan sebagai lambang Palang Merah atau
bulan sabit merah
(misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan
komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan
sabit merah oleh kelompok atau perseorangan
(perusahaan
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb)
atau penggunaan lambang oleh orang
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang
yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya
untuk dapat melewati batas negara dengan lebih
mudah
pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave
misuse)
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan
sabit merah dalam masa perang untuk
melindungi kombatan
bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya
ambulans atau helikopter ditandai dengan
lambang untuk mengangkut
kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan
amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah)
dianggap sebagai
kejahatan perang.
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar
Definisi
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab
utama, asal atau dasar. Prinsip juga
dapat berarti „suatu aturan-aturan dasar yang
mengekspresikan nilai-nilai dasar suatu kelompok
komunitas yang tidak
berubah-ubah dalam keadaan apapun.‟ Sebagai contoh, penghargaan kepada individu
adalah suatu prinsip yang mendasari
kemerdekaan.
Landasan
Banyaknya Perhimpunan Nasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah yang bekerja
dalam konteks yang
berbeda-beda, dengan puluhan juta anggota,
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah memiliki warna yang
beraneka ragam. Lebih dari itu,
pekerjaannya pada dasarnya terdiri dari
kegiatan sehari-hari yang praktis dan yang
seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi
ketidakcocokan dan memupuk tindakan
yang konsisten dan efektif, Gerakan memerlukan
standar yang universal sebagai referensi,
seperangkat kebijakan dan
pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar.
Batasan
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya
terbatas pada pemberian bantuan pada
tentara yang luka dan sakit dalam
masa perang. Namun dengan berlalunya waktu,
tugasnya menjadi lebih luas dan
beraneka-ragam. Untuk tetap dapat mengontrol
kegiatannya yang terus berkembang, dan
menghindari perpecahan,
Gerakan memformulasikan prinsip mereka sendiri
untuk diketahui oleh semua orang dan
untuk lebih dapat
mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka.
Asal-Usul
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak
kategori Prinsip yang diajukan.
Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula terdapat pada Deklarasi
Oxford (1946), namun teks masih kasar dan
lepas-lepas. Pada tahun 1949, adanya Prinsip Dasar telah disebutkan
pula dalam konvensi I (pasal 44) dan konvensi IV
(pasal 63). Selanjutnya berkembang pada tahun 1955 dimana
Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik
dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan
Prinsip Organis (Organic). Pada konteks
Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan
tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan
dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap
saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet
pun menjadi dasar pertimbangan tertulis dan
resmi diumumkan di Viena, konverensi
Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah ke-20. namun demikian,
baru pada tahu 1979, Pictet menulis uraian
tentang Prinsip Dasar yang
ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip
Dasar dan memasukannya kedalam pembukaan
statuta baru. Ketujuh Prinsip dasar itu
meliputi : Kemanusiaan,
Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.
Makna dan Kategori
Ketujuh prinsip merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Prinsip-prinsip
tersebut dapat dilihat
sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya jatuh
atau diambil. Meskipun setiap bagian saling
terikat dan tergantung, masing-masing memiliki
peranan sendiri-sendiri. Prinsip-prinsip ini
dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu:
> Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan
Prinsip-prinsip ini berlaku sebagai inspirasi organisasi,
merupakan tujuan dari Gerakan, menentukan tindakan-
tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang
dilakukan untuk melayani umat manusia.
> Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian
Prinsip yang memungkinkan untuk mengaplikasikan prinsip
substansi / utama, menjamin kepercayaan semua
orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah.
> Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.
Prinsip-prinsip ini sebagai standar untuk
aplikasi, berhubungan dengan struktur dan
operasi organisasi,
merupakan „batu fondasi
kemerdekaan.
Landasan
Banyaknya Perhimpunan Nasional Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah yang bekerja
dalam konteks yang
berbeda-beda, dengan puluhan juta anggota,
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah memiliki warna yang
beraneka ragam. Lebih dari itu,
pekerjaannya pada dasarnya terdiri dari
kegiatan sehari-hari yang praktis dan yang
seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi
ketidakcocokan dan memupuk tindakan
yang konsisten dan efektif, Gerakan memerlukan
standar yang universal sebagai referensi,
seperangkat kebijakan dan
pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar.
Batasan
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya
terbatas pada pemberian bantuan pada
tentara yang luka dan sakit dalam
masa perang. Namun dengan berlalunya waktu,
tugasnya menjadi lebih luas dan
beraneka-ragam. Untuk tetap dapat mengontrol
kegiatannya yang terus berkembang, dan
menghindari perpecahan,
Gerakan memformulasikan prinsip mereka sendiri
untuk diketahui oleh semua orang dan
untuk lebih dapat
mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka.
Asal-Usul
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak
kategori Prinsip yang diajukan.
Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula terdapat pada Deklarasi
Oxford (1946), namun teks masih kasar dan
lepas-lepas. Pada tahun 1949, adanya Prinsip Dasar telah disebutkan
pula dalam konvensi I (pasal 44) dan konvensi IV
(pasal 63). Selanjutnya berkembang pada tahun 1955 dimana
Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik
dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan
Prinsip Organis (Organic). Pada konteks
Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan
tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan
dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap
saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet
pun menjadi dasar pertimbangan tertulis dan
resmi diumumkan di Viena, konverensi
Internasional Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah ke-20. namun demikian,
baru pada tahu 1979, Pictet menulis uraian
tentang Prinsip Dasar yang
ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip
Dasar dan memasukannya kedalam pembukaan
statuta baru. Ketujuh Prinsip dasar itu
meliputi : Kemanusiaan,
Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.
Makna dan Kategori
Ketujuh prinsip merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Prinsip-prinsip
tersebut dapat dilihat
sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya jatuh
atau diambil. Meskipun setiap bagian saling
terikat dan tergantung, masing-masing memiliki
peranan sendiri-sendiri. Prinsip-prinsip ini
dapat dibagi dalam tiga
kategori, yaitu:
> Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan
Prinsip-prinsip ini berlaku sebagai inspirasi organisasi,
merupakan tujuan dari Gerakan, menentukan tindakan-
tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang
dilakukan untuk melayani umat manusia.
> Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian
Prinsip yang memungkinkan untuk mengaplikasikan prinsip
substansi / utama, menjamin kepercayaan semua
orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah.
> Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.
Prinsip-prinsip ini sebagai standar untuk
aplikasi, berhubungan dengan struktur dan
operasi organisasi,
merupakan „batu fondasi‟ dari Gerakan. Tanpanya Gerakan tidak dapat bertindak atau akan
menghilang secara perlahan.
Hubungan Antarprinsip
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis,
sehingga pada tingkatan tertentu
setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya.
Prinsip non-diskriminasi (kesamaan) berhubungan dengan prinsip inti
Kemanusiaan. “Ras dan agamamu tidak
penting untukku. Hanya kenyataan bahwa kamu
menderita,” kata Louis Pasteur. Pernyataan
ini memberi penjelasan
bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep
Kemanusiaan. Satu mendukung yang
lainnya. Prinsip proporsional (dalam Kesamaan)
berasal dari prinsip Kemanusiaan dan
non-diskriminasi (Kesamaan).
Dapat ditambahkan pada pernyataan Pasteur
“... dan aku akan merawatmu berdasarkan
tingkat keparahan
penderitaanmu.” Bantuan terbesar harus diberikan kepada
mereka yang memiliki kebutuhan terbesar. Perhatian
khusus
atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua
prinsip di atas.
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan
lainnya, namun juga berkaitan dengan
non-diskriminasi (kesamaan). Tentu saja seseorang
tidak dapat menyatakan dirinya netral
selagi ia berada di bawah
kekuasaan orang lain. Begitu pula seseorang tidak dapat menyatakan
dirinya mandiri apabila ia memihak. Kecerobohan
terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar
kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua
prinsip ini sungguh-sungguh saling bergantung
satu dengan lainnya, dan tidak terpisahkan
dengan prinsip non-
diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih
kasih.
Kesukarelaan (termasuk tidak pamrih) terkait
dengan Kemanusiaan. Untuk menyatakan bahwa
seseorang
“memiliki rasa amal terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama
mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada
prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan
diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan
demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan
non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti
bahwa hanya boleh ada satu perhimpunan nasional di setiap negara.
Sebagaimana yang tampak nyata, ada resiko besar
bahwa Perhimpunan Nasional dapat terpengaruh
atau jatuh ke suatu kecenderungan pandangan
tertentu. Dengan
demikian, non-diskriminasi sangatlah penting bagi
Kesatuan. Kesemestaan merupakan sebagian dari
lanjutan
kemanusiaan dan non-diskriminasi. Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi
penderitaan mereka yang dekat dengan
kita (diskriminasi). Apabila demikian maka “memiliki
rasa amal terhadap orang lain” menjadi tidak
murni lagi karena
hanya menyangkut pada orang-orang tertentu
saja. Maka secara logis, Kemanusiaan dan
non-diskriminasi bersifat
universal.
Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a) Kemanusiaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional didirikan berdasarkan
keinginan memberi
pertolongan tanpa membedakan korban yang
terluka di dalam pertempuran, mencegah dan
mengatasi penderitaan
sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan,
kerjasama dan perdamaian abadi bagi
sesama manusia.”
Mewakili asal-usul Gerakan, prinsip kemanusiaan
menyatakan bahwa tidak boleh satupun
pelayanan yang
menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan.
Tujuannya adalah untuk melindungi
hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan
terhadap manusia. Di masa damai, perlindungan berarti
mencegah
penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan
hidup (mis. pelatihan Pertolongan
Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang
dilindungi oleh HPI (agar korban tidak
meninggal kelaparan, tidak diperlakukan secara
semena-semena, atau tidak menghilang). Kemanusiaan
meningkatkan
saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama
manusia.
b) Kesamaan
”Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas
dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau
pandangan politik.
Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan
manusia sesuai dengan kebutuhannya dan
mendahulukan keadaan
yang paling parah” Non-diskriminasi terhadap kebangsaan,
suku, agama, golongan atau pandangan
politik adalah sebuah aturan
wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa
kawan maupun lawan dibantu secara
merata, dan diberikan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan. Prioritas pemberian bantuan harus
berdasarkan tingkat
kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi
c) Kenetralan
”Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua
pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau
melibatkan
diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.”
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama,
ras atau ideologi. Apabila
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
memihak, mereka akan kehilangan kepercayaan
dari salah satu kelompok
masyarakat dan sulit untuk melanjutkan ativitas
mereka. Setiap anggota Gerakan dituntut
untuk dapat menahan diri,
bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang
bertugas.
d) Kemandirian
”Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan
Nasional di samping membantu Pemerintahnya
dalam bidang
kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan
negaranya, harus selalu menjaga otonominya
sehingga dapat bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”
Secara umum, kemandirian berarti bahwa institusi Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah menolak segala jenis
campur tangan yang bersifat politis, ideologis atau
ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari jalur kegiatan
yang
telah ditetapkan oleh tuntutan kemanusiaan.
Contohnya, tidak boleh menerima sumbangan
uang dari siapapun yang
mensyaratkan bahwa peruntukkannya ditujukan bagi
sekelompok orang secara khusus berdasarkan
alasan politis,
kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok lainnya yang
kebutuhannya mungkin lebih mendesak. Tidak
ada suatu institusi Palang Merah pun yang
boleh tampak sebagai alat kebijakan pemerintah.
Walaupun Perhimpunan
Nasional diakui oleh pemerintahnya sebagai
alat bantu pemerintah, dan harus tunduk
pada hukum negaranya, mereka
harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip
Gerakan setiap saat.
e) Kesukarelaan
“Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan
sukarela, yang tidak didasari oleh
keinginan untuk mencari
keuntungan apa pun.”
Kesukarelaan adalah proposal yang sangat tidak
mementingkan diri sendiri dari seseorang yang
melaksanakan
suatu tugas khusus untuk orang lain
dalam semangat persaudaraan manusia. Apakah dilakukan
tanpa bayaran maupun
untuk suatu pengakuan atau kompensasi, faktor utama
adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk
memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan
terhadap tujuan kemanusiaan.
f) Kesatuan
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah yang terbuka untuk
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.”
Prinsip kesatuan secara khusus berhubungan
dengan struktur institusi dari Perhimpunan
Nasional. Di negara
manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional
biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan
tersebut merupakan satu-satunya Perhimpunan
Nasional yang dapat melaksanakan segala
kegiatannya di wilayah
nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di
negaranya juga merupakan salah satu syarat
agar dapat diakui oleh ICRC.
g) Kesemestaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah bersifat semesta. Setiap
Perhimpunan
Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.”
Hubungan Antarprinsip
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis,
sehingga pada tingkatan tertentu
setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya.
Prinsip non-diskriminasi (kesamaan) berhubungan dengan prinsip inti
Kemanusiaan. “Ras dan agamamu tidak
penting untukku. Hanya kenyataan bahwa kamu
menderita,” kata Louis Pasteur. Pernyataan
ini memberi penjelasan
bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep
Kemanusiaan. Satu mendukung yang
lainnya. Prinsip proporsional (dalam Kesamaan)
berasal dari prinsip Kemanusiaan dan
non-diskriminasi (Kesamaan).
Dapat ditambahkan pada pernyataan Pasteur
“... dan aku akan merawatmu berdasarkan
tingkat keparahan
penderitaanmu.” Bantuan terbesar harus diberikan kepada
mereka yang memiliki kebutuhan terbesar. Perhatian
khusus
atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua
prinsip di atas.
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan
lainnya, namun juga berkaitan dengan
non-diskriminasi (kesamaan). Tentu saja seseorang
tidak dapat menyatakan dirinya netral
selagi ia berada di bawah
kekuasaan orang lain. Begitu pula seseorang tidak dapat menyatakan
dirinya mandiri apabila ia memihak. Kecerobohan
terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar
kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua
prinsip ini sungguh-sungguh saling bergantung
satu dengan lainnya, dan tidak terpisahkan
dengan prinsip non-
diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih
kasih.
Kesukarelaan (termasuk tidak pamrih) terkait
dengan Kemanusiaan. Untuk menyatakan bahwa
seseorang
“memiliki rasa amal terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama
mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada
prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan
diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan
demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan
non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti
bahwa hanya boleh ada satu perhimpunan nasional di setiap negara.
Sebagaimana yang tampak nyata, ada resiko besar
bahwa Perhimpunan Nasional dapat terpengaruh
atau jatuh ke suatu kecenderungan pandangan
tertentu. Dengan
demikian, non-diskriminasi sangatlah penting bagi
Kesatuan. Kesemestaan merupakan sebagian dari
lanjutan
kemanusiaan dan non-diskriminasi. Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi
penderitaan mereka yang dekat dengan
kita (diskriminasi). Apabila demikian maka “memiliki
rasa amal terhadap orang lain” menjadi tidak
murni lagi karena
hanya menyangkut pada orang-orang tertentu
saja. Maka secara logis, Kemanusiaan dan
non-diskriminasi bersifat
universal.
Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a) Kemanusiaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional didirikan berdasarkan
keinginan memberi
pertolongan tanpa membedakan korban yang
terluka di dalam pertempuran, mencegah dan
mengatasi penderitaan
sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan,
kerjasama dan perdamaian abadi bagi
sesama manusia.”
Mewakili asal-usul Gerakan, prinsip kemanusiaan
menyatakan bahwa tidak boleh satupun
pelayanan yang
menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan.
Tujuannya adalah untuk melindungi
hidup dan kesehatan serta menjamin penghargaan
terhadap manusia. Di masa damai, perlindungan berarti
mencegah
penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan
hidup (mis. pelatihan Pertolongan
Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang
dilindungi oleh HPI (agar korban tidak
meninggal kelaparan, tidak diperlakukan secara
semena-semena, atau tidak menghilang). Kemanusiaan
meningkatkan
saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama
manusia.
b) Kesamaan
”Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas
dasar kebangsaan, kesukuan, agama atau
pandangan politik.
Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan
manusia sesuai dengan kebutuhannya dan
mendahulukan keadaan
yang paling parah” Non-diskriminasi terhadap kebangsaan,
suku, agama, golongan atau pandangan
politik adalah sebuah aturan
wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa
kawan maupun lawan dibantu secara
merata, dan diberikan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan. Prioritas pemberian bantuan harus
berdasarkan tingkat
kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi
c) Kenetralan
”Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua
pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau
melibatkan
diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.”
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama,
ras atau ideologi. Apabila
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
memihak, mereka akan kehilangan kepercayaan
dari salah satu kelompok
masyarakat dan sulit untuk melanjutkan ativitas
mereka. Setiap anggota Gerakan dituntut
untuk dapat menahan diri,
bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang
bertugas.
d) Kemandirian
”Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan
Nasional di samping membantu Pemerintahnya
dalam bidang
kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan
negaranya, harus selalu menjaga otonominya
sehingga dapat bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”
Secara umum, kemandirian berarti bahwa institusi Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah menolak segala jenis
campur tangan yang bersifat politis, ideologis atau
ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari jalur kegiatan
yang
telah ditetapkan oleh tuntutan kemanusiaan.
Contohnya, tidak boleh menerima sumbangan
uang dari siapapun yang
mensyaratkan bahwa peruntukkannya ditujukan bagi
sekelompok orang secara khusus berdasarkan
alasan politis,
kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok lainnya yang
kebutuhannya mungkin lebih mendesak. Tidak
ada suatu institusi Palang Merah pun yang
boleh tampak sebagai alat kebijakan pemerintah.
Walaupun Perhimpunan
Nasional diakui oleh pemerintahnya sebagai
alat bantu pemerintah, dan harus tunduk
pada hukum negaranya, mereka
harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip
Gerakan setiap saat.
e) Kesukarelaan
“Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan
sukarela, yang tidak didasari oleh
keinginan untuk mencari
keuntungan apa pun.”
Kesukarelaan adalah proposal yang sangat tidak
mementingkan diri sendiri dari seseorang yang
melaksanakan
suatu tugas khusus untuk orang lain
dalam semangat persaudaraan manusia. Apakah dilakukan
tanpa bayaran maupun
untuk suatu pengakuan atau kompensasi, faktor utama
adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk
memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan
terhadap tujuan kemanusiaan.
f) Kesatuan
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah yang terbuka untuk
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.”
Prinsip kesatuan secara khusus berhubungan
dengan struktur institusi dari Perhimpunan
Nasional. Di negara
manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional
biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan
tersebut merupakan satu-satunya Perhimpunan
Nasional yang dapat melaksanakan segala
kegiatannya di wilayah
nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di
negaranya juga merupakan salah satu syarat
agar dapat diakui oleh ICRC.
g) Kesemestaan
”Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah bersifat semesta. Setiap
Perhimpunan
Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.”
No comments:
Post a Comment