Sejarah PMR
A. Sejarah GerakanPerang Solferino 
Pada  tanggal  24  Juni  1859  di Solferino, 
sebuah  kota  kecil  yang  terletak  di 
daratan  rendah Propinsi Lambordi, 
sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis
dan Austria. Pertempuran yang berlangsung 
sekitar 16  jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit  itu, menelan
puluhan  ribu korban  tewas dan  luka-luka. Sekitar 40 
ribu orang meninggal dalam pertempuran.  
Banyaknya  prajurit  yang  menjadi  korban, 
dimana  pertempuran  berlangsung  antar  kelompok 
yang  saling 
berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman
itu. Tak ubahnya seperti pembantaian 
massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan
militer tidak memperhatikan kepentingan 
orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya
dianggap sebagai „makanan meriam‟.
Ribuan  mayat  tumpang  tindih  dengan  mereka 
yang  terluka  tanpa  pertolongan.  Jumlah  ahli 
bedah  pun  sangat  tidak
mencukupi. Saat  itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat
seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat  perang  dengan  pemandangannya  yang 
sangat  mengerikan  itu,  menggugah  Henry 
Dunant,  seorang
pengusaha  berkebangsaan  Swiss  (1828  –  1910) 
yang  kebetulan  lewat  dalam  perjalanannya 
untuk  menemui  Kaisar
Napoleon  III  guna  keperluan  bisnis. Namun
menyaksikan  pemandangan  yang  sangat mengerikan 
akibat  pertempuran, 
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar.
Dia mengumpulkan orang-orang dari
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh
menghabiskan waktunya guna merawat
orang yang terluka. 
Ribuan  orang  yang  terluka  tanpa  perawatan 
dan  dibiarkan mati  di  tempat  karena  pelayanan
medis  yang  tidak
mencukupi  jumlahnya dan  tidak memadai dalam 
tugas/keterampilan, membuatnya  sangat  tergugah. Kata-kata
bijaknya
yang  diungkapkan  saat  itu,  Siamo  tutti 
fratelli  (Kita  semua  saudara), membuka  hati 
para  sukarelawan  untuk melayani
kawan maupun lawan tanpa membedakannya. 
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya  terus dihantui oleh mimpi buruk
yang disaksikannya di Solferino.
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian
dunia  akan kenyataan kejamnya
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada
bulan November 1862. Buku itu diberi judul
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino). 
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
·  Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri
dari sukarelawan untuk merawat orang
yang terluka pada waktu perang.
·  Perlunya  kesepakatan  internasional  guna 
melindungi  prajurit  yang  terluka  dalam medan 
perang  dan  orang-
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di
Eropa dan juga para pemimpin
militer,  politikus,  dermawan  dan  teman-temannya. 
Usaha  itu  segera  membuahkan  hasil  yang 
tidak  terduga.  Dunant
diundang  kemana-mana  dan  dipuji  dimana-mana. 
Banyak  orang  yang  tertarik  dengan  ide 
Henry  Dunant,  termasuk
Gustave Moynier,  seorang  pengacara  dan  juga 
ketua  dari The Geneva  Public Welfare  Society  (GPWS).
Moynier  pun
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang
berlangsung pada 9 Februari 1863
di  Jenewa.  ternyata,  160 dari  180 orang  anggota
GPWS mendukung  ide Dunant. Pada  saat  itu  juga 
ditunjuklah  empat
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya
ide Henry Dunant.  Mereka
adalah :
1.  Gustave Moynier
2.  dr. Louis Appia
3.  dr. Theodore Maunoir
4.  Jenderal Guillame-Hendri Dufour 
Adapun  Henry  Dunant,  walaupun  bukan  anggota 
GPWS,  namun  dalam  komite  tersebut  ditunjuk 
menjadi
sekretaris.  Pada  tanggal  17  Februari  1863, Komite
Lima  berganti  nama menjadi  Komite Tetap 
Internasional  untuk
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu
Jenderal Guillame – Henri Dufour. 
Pada  bulan  Oktober  1863,  Komite  Tetap 
Internasional  untuk  Pertolongan  Prajurit  yang 
Terluka,  atas
bantuan  Pemerintah  Swiss,  berhasil  melangsungkan 
Konferensi  Internasional  pertama    di 
Jenewa  yang  dihadiri
perwakilan  dari  16  negara  (Austria,  Baden, 
Beierem,  Belanda,  Heseen-Darmstadt,  Inggris, 
Italia,  Norwegia,  Prusia,
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa
Negara  tersebut  saat  ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman. 
Adapun  hasil  dari  konferensi  tersebut, 
adalah  disepakatinya  satu  konvensi  yang 
terdiri  dari  sepuluh  pasal,
beberapa  diantaranya  merupakan  pasal  krusial 
yaitu  digantinya  nama  Komite  Tetap 
Internasional  untuk  Menolong Prajurit  yang 
Terluka  menjadi  KOMITE  INTERNASIONAL  PALANG 
MERAH  atau  ICRC  (International
Committeee  of  the Red Cross)  dan  ditetapkannya 
tanda  khusus  bagi  sukarelawan  yang memberi 
pertolongan  prajurit
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar
putih. 
Pada  akhir  konferensi  internasional  1863, 
gagasan  pertama  Dunant  –  untuk  membentuk 
perhimpunan  para
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa
dibentuk beberapa bulan kemudian
setelah  berlangsungnya  konferensi  internasional 
di  Wurttemburg,  Grand  Duchy  of  Oldenburg, 
Belgia  dan  Prusia.
Perhimpunan  lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis, 
Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan
Pertolongan.  
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi
Diplomatik yang dilaksanakan
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi
donor mengirimkan wakilnya. Sebagai
bahan  diskusi,  sebuah  rancangan  konvensi 
disiapkan  oleh  Komite  Internasional.  Rancangan 
tersebut  dinamakan
“Konvensi  Jenewa  untuk memperbaiki  kondisi 
tentara  yang  terluka  di medan  perang”  dan 
disetujui  pada  tanggal  22
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang
kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi
prajurit  yang  terluka  pada  saat  peperangan 
dan membuat  negara-negara memberikan  status  netral 
pada  prajurit  yang
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada  akhir  perang  dunia  pertama  sebagian 
besar  daerah  di  Eropa  sangat  kacau, 
ekonomi  rusak,  populasi
berkurang  drastis  karena  epidemi.  Sejumlah 
besar  pengungsi  yang  miskin  dan  orang 
yang  tidak  mempunyai
kewarganegaraan memenuhi benua  itu. Perang  tersebut 
sangat  jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat  antara
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat
menarik  ribuan  sukarelawan. Henry P.
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada
konferensi internasional medis (April 1919,
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai
negara menjadi sebuah organisasi
setara  dengan  liga  bangsa-bangsa;  dalam  hal 
peperangan  dunia  untuk memperbaiki  kesehatan, mencegah 
penyakit  dan
mengurangi penderitaan.” 
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
 kemudian secara formal terbentuk dengan markas
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis, 
Inggris,  Itali, Jepang, Amerika Serikat pada  tanggal 5
Mei 1919 dengan  tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara
yang  telah sangat menderita setelah perang.
Liga  itu  juga  bertujuan  untuk  „memperkuat 
dan menyatukan  aktivitas  kesehatan  yang  sudah 
ada  dalam  Perhimpunan
Palang Merah dan  untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.
Ribuan  mayat  tumpang  tindih  dengan  mereka 
yang  terluka  tanpa  pertolongan.  Jumlah  ahli 
bedah  pun  sangat  tidak 
mencukupi. Saat  itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat
seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu 
orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis. 
Akibat  perang  dengan  pemandangannya  yang 
sangat  mengerikan  itu,  menggugah  Henry 
Dunant,  seorang 
pengusaha  berkebangsaan  Swiss  (1828  –  1910) 
yang  kebetulan  lewat  dalam  perjalanannya 
untuk  menemui  Kaisar 
Napoleon  III  guna  keperluan  bisnis. Namun
menyaksikan  pemandangan  yang  sangat mengerikan 
akibat  pertempuran,  
membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar.
Dia mengumpulkan orang-orang dari 
desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk sungguh-sungguh
menghabiskan waktunya guna merawat 
orang yang terluka.  
Ribuan  orang  yang  terluka  tanpa  perawatan 
dan  dibiarkan mati  di  tempat  karena  pelayanan
medis  yang  tidak 
mencukupi  jumlahnya dan  tidak memadai dalam 
tugas/keterampilan, membuatnya  sangat  tergugah. Kata-kata
bijaknya 
yang  diungkapkan  saat  itu,  Siamo  tutti 
fratelli  (Kita  semua  saudara), membuka  hati 
para  sukarelawan  untuk melayani 
kawan maupun lawan tanpa membedakannya.  
Komite Internasional 
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya  terus dihantui oleh mimpi buruk
yang disaksikannya di Solferino. 
Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian
dunia  akan kenyataan kejamnya 
perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada
bulan November 1862. Buku itu diberi judul 
“Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).  
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu: 
·  Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri
dari sukarelawan untuk merawat orang 
yang terluka pada waktu perang. 
·  Perlunya  kesepakatan  internasional  guna 
melindungi  prajurit  yang  terluka  dalam medan 
perang  dan  orang-
orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka. 
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di
Eropa dan juga para pemimpin 
militer,  politikus,  dermawan  dan  teman-temannya. 
Usaha  itu  segera  membuahkan  hasil  yang 
tidak  terduga.  Dunant 
diundang  kemana-mana  dan  dipuji  dimana-mana. 
Banyak  orang  yang  tertarik  dengan  ide 
Henry  Dunant,  termasuk 
Gustave Moynier,  seorang  pengacara  dan  juga 
ketua  dari The Geneva  Public Welfare  Society  (GPWS).
Moynier  pun 
mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang
berlangsung pada 9 Februari 1863 
di  Jenewa.  ternyata,  160 dari  180 orang  anggota
GPWS mendukung  ide Dunant. Pada  saat  itu  juga 
ditunjuklah  empat 
orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya
ide Henry Dunant.  Mereka 
adalah : 
1.  Gustave Moynier 
2.  dr. Louis Appia 
3.  dr. Theodore Maunoir 
4.  Jenderal Guillame-Hendri Dufour  
Adapun  Henry  Dunant,  walaupun  bukan  anggota 
GPWS,  namun  dalam  komite  tersebut  ditunjuk 
menjadi 
sekretaris.  Pada  tanggal  17  Februari  1863, Komite
Lima  berganti  nama menjadi  Komite Tetap 
Internasional  untuk 
Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu
Jenderal Guillame – Henri Dufour.  
Pada  bulan  Oktober  1863,  Komite  Tetap 
Internasional  untuk  Pertolongan  Prajurit  yang 
Terluka,  atas 
bantuan  Pemerintah  Swiss,  berhasil  melangsungkan 
Konferensi  Internasional  pertama    di 
Jenewa  yang  dihadiri 
perwakilan  dari  16  negara  (Austria,  Baden, 
Beierem,  Belanda,  Heseen-Darmstadt,  Inggris, 
Italia,  Norwegia,  Prusia, 
Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover dan Hutenberg). Beberapa
Negara  tersebut  saat  ini sudah menjadi 
Negara bagian dari Jerman.  
Adapun  hasil  dari  konferensi  tersebut, 
adalah  disepakatinya  satu  konvensi  yang 
terdiri  dari  sepuluh  pasal, 
beberapa  diantaranya  merupakan  pasal  krusial 
yaitu  digantinya  nama  Komite  Tetap 
Internasional  untuk  Menolong Prajurit  yang 
Terluka  menjadi  KOMITE  INTERNASIONAL  PALANG 
MERAH  atau  ICRC  (International 
Committeee  of  the Red Cross)  dan  ditetapkannya 
tanda  khusus  bagi  sukarelawan  yang memberi 
pertolongan  prajurit 
yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar
putih.  
Pada  akhir  konferensi  internasional  1863, 
gagasan  pertama  Dunant  –  untuk  membentuk 
perhimpunan  para 
sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan. Beberapa perhimpunan serupa
dibentuk beberapa bulan kemudian 
setelah  berlangsungnya  konferensi  internasional 
di  Wurttemburg,  Grand  Duchy  of  Oldenburg, 
Belgia  dan  Prusia. 
Perhimpunan  lain pun segera berdiri seperti di Denmark, Perancis, 
Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan 
Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan
Pertolongan.   
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi
Diplomatik yang dilaksanakan 
di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi
donor mengirimkan wakilnya. Sebagai 
bahan  diskusi,  sebuah  rancangan  konvensi 
disiapkan  oleh  Komite  Internasional.  Rancangan 
tersebut  dinamakan 
“Konvensi  Jenewa  untuk memperbaiki  kondisi 
tentara  yang  terluka  di medan  perang”  dan 
disetujui  pada  tanggal  22 
Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang
kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi 
prajurit  yang  terluka  pada  saat  peperangan 
dan membuat  negara-negara memberikan  status  netral 
pada  prajurit  yang 
terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan. 
B. Komponen Gerakan 
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah 
Pada  akhir  perang  dunia  pertama  sebagian 
besar  daerah  di  Eropa  sangat  kacau, 
ekonomi  rusak,  populasi 
berkurang  drastis  karena  epidemi.  Sejumlah 
besar  pengungsi  yang  miskin  dan  orang 
yang  tidak  mempunyai 
kewarganegaraan memenuhi benua  itu. Perang  tersebut 
sangat  jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat  antara 
perhimpunan Palang Merah yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat
menarik  ribuan  sukarelawan. Henry P. 
Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada
konferensi internasional medis (April 1919, 
Cannes, Perancis) untuk “mem-federasikan perhimpunan palang merah dari berbagai
negara menjadi sebuah organisasi 
setara  dengan  liga  bangsa-bangsa;  dalam  hal 
peperangan  dunia  untuk memperbaiki  kesehatan, mencegah 
penyakit  dan 
mengurangi penderitaan.”  
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah1
 kemudian secara formal terbentuk dengan markas 
besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis, 
Inggris,  Itali, Jepang, Amerika Serikat pada  tanggal 5 
Mei 1919 dengan  tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara
yang  telah sangat menderita setelah perang. 
Liga  itu  juga  bertujuan  untuk  „memperkuat 
dan menyatukan  aktivitas  kesehatan  yang  sudah 
ada  dalam  Perhimpunan 
Palang Merah dan  untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.‟ Bagian penting dari  kerja
Federasi  adalah
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi.
Sejak 1939 markas permanennya telah
berada di Jenewa. Pada  tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama
Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC
(International Federation of
the Red Cross and Red Crescent Societis). 
Selanjutnya,  baik  IFRC,  ICRC  dan Perhimpunan Nasional,
merupakan  bagian  dari  komponen Gerakan Palang
Merah  dan  Bulan  Sabit  Merah  atau 
biasa  disebut  dengan  ”Gerakan”  saja. 
Komponen  Gerakan  dalam  menjalankan
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut
dalam Statuta Gerakan. 
ICRC
Sebagai  sebuah  lembaga  swasta  dan mandiri, 
ICRC  bertindak  sebagai  penengah  yang  netral 
antara  dua  negara
yang berperang  atau bermusuhan dalam konflik bersenjata 
Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada
kasus-kasus  kekerasan  internasional.  Selain  itu, 
juga  berusaha  untuk menjamin  bahwa  korban 
kekerasan  di  atas,  baik
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional,
aksi kemanusiaan ICRC didasarkan
pada  Konvensi  dan  protokol-protokolnya.  Ini 
alasan  mengapa  kita  mengatakan  bahwa  sebuah 
mandat  khusus  telah
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi
tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal,
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam
Statuta Gerakan.
ICRC  adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil
keputusan  atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan  Nasional,  dimana  dengan  itu 
mereka  menjadi  bagian  resmi  dari  Gerakan. 
ICRC  bekerja  untuk
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi
Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan
memastikan bahwa konvensi-konvensi
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi
kemanusiaan yang ada di setiap
negara  anggota  penandatangan Konvensi  Jenewa. Tidak 
ada  negara  yang  dapat memiliki  lebih  dari 
satu  Perhimpunan
                                                
1
 Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki),
sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang
perhimpunan nasionalnya.  
 Nasional. Sebelum  sebuah perhimpunan baru disetujui oleh  ICRC
dan menjadi  anggota Federasi, beberapa syarat ketat
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru
didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus
memenuhi 10 syarat yaitu:
•  Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949 
•  Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya 
•  Diakui oleh Pemerintah Negaranya 
•  Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
•  Bersifat mandiri 
•  Memperluas kegiatan di seluruh wilayah 
•  Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh
wilayah negaranya  
•  Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang 
•  Menyetujui Statuta Gerakan
•  Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
IFRC
Seluruh  Perhimpunan Nasional  adalah  anggota  dari 
IFRC.  Badan  ini mendukung  aktivitas  kemanusiaan 
yang
dilaksanakan  oleh Perhimpunan Nasional  atas  nama 
kelompok-kelompok  rentan  dan  bertindak  sebagai 
juru  bicara  dan
sebagai  wakil  Internasional  mereka.  Federasi 
mendukung  Perhimpunan  Nasional  dan  ICRC 
dalam  usahanya  untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi.
Sejak 1939 markas permanennya telah 
berada di Jenewa. Pada  tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama
Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi 
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC
(International Federation of 
the Red Cross and Red Crescent Societis).  
Selanjutnya,  baik  IFRC,  ICRC  dan Perhimpunan Nasional,
merupakan  bagian  dari  komponen Gerakan Palang 
Merah  dan  Bulan  Sabit  Merah  atau 
biasa  disebut  dengan  ”Gerakan”  saja. 
Komponen  Gerakan  dalam  menjalankan 
tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut
dalam Statuta Gerakan.  
ICRC 
Sebagai  sebuah  lembaga  swasta  dan mandiri, 
ICRC  bertindak  sebagai  penengah  yang  netral 
antara  dua  negara 
yang berperang  atau bermusuhan dalam konflik bersenjata 
Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada 
kasus-kasus  kekerasan  internasional.  Selain  itu, 
juga  berusaha  untuk menjamin  bahwa  korban 
kekerasan  di  atas,  baik 
penduduk sipil maupun militer, menerima perlindungan dan pertolongan. 
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional,
aksi kemanusiaan ICRC didasarkan 
pada  Konvensi  dan  protokol-protokolnya.  Ini 
alasan  mengapa  kita  mengatakan  bahwa  sebuah 
mandat  khusus  telah 
dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi
tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal, 
ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam
Statuta Gerakan.
ICRC  adalah pelindung Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan pengambil
keputusan  atas pengakuan perhimpunan-
Perhimpunan  Nasional,  dimana  dengan  itu 
mereka  menjadi  bagian  resmi  dari  Gerakan. 
ICRC  bekerja  untuk 
mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi
Jenewa. ICRC juga melaksanakan 
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan
memastikan bahwa konvensi-konvensi 
itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu. 
Perhimpunan Nasional 
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi
kemanusiaan yang ada di setiap 
negara  anggota  penandatangan Konvensi  Jenewa. Tidak 
ada  negara  yang  dapat memiliki  lebih  dari 
satu  Perhimpunan 
                                                 
1
 Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki),
sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang 
perhimpunan nasionalnya.   
 Nasional. Sebelum  sebuah perhimpunan baru disetujui oleh  ICRC
dan menjadi  anggota Federasi, beberapa syarat ketat 
harus dipenuhi. Menurut Statuta Gerakan, Perhimpunan Nasional yang baru
didirikan, harus disetujui oleh ICRC. Untuk 
dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus
memenuhi 10 syarat yaitu: 
•  Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949  
•  Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya  
•  Diakui oleh Pemerintah Negaranya  
•  Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah 
•  Bersifat mandiri  
•  Memperluas kegiatan di seluruh wilayah  
•  Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh
wilayah negaranya   
•  Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang  
•  Menyetujui Statuta Gerakan 
•  Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya
sejalan dengan prinsip-prinsip HPI 
IFRC 
Seluruh  Perhimpunan Nasional  adalah  anggota  dari 
IFRC.  Badan  ini mendukung  aktivitas  kemanusiaan 
yang 
dilaksanakan  oleh Perhimpunan Nasional  atas  nama 
kelompok-kelompok  rentan  dan  bertindak  sebagai 
juru  bicara  dan 
sebagai  wakil  Internasional  mereka.  Federasi 
mendukung  Perhimpunan  Nasional  dan  ICRC 
dalam  usahanya  untuk 
mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
LAMBANG PALANG MERAH 
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL 
A. Sejarah Lambang 
Lambang Palang Merah 
Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk
memberikan pertolongan kepada 
tentara  yang  terluka  di  medan  perang, 
pada  waktu  itu  setiap  pelayanan  medis 
kemiliteran  memiliki  tanda  pengenal 
sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan
bendera putih. Perancis menggunakan 
bendera merah  dan Spanyol menggunakan  bendera  kuning.
Akibatnya, walaupun  tentara  tahu  apa  tanda 
pengenal  dari 
personel medis mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal
personel medis lawan mereka. Pelayanan 
medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai
bagian dari kesatuan tentara, sehingga 
tanda pengenal  tersebut bukannya memberi  perlindungan 
namun  juga dianggap  sebagai  target bagi  tentara 
lawan yang 
tidak mengetahui apa artinya. 
Lambat  laun  muncul  pemikiran  yang  mengarah 
kepada  pentingnya  mengadopsi  Lambang  yang 
menawarkan 
status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula
perlindungan mereka yang membantu di 
medan  perang.  Kepentingan  tersebut  menuntut 
dipilihnya  hanya  satu  Lambang.  Namun  yang 
menjadi  masalah 
kemudian,  adalah memutuskan  bentuk Lambang  yang 
akan  digunakan  oleh  personel medis  sukarela  di
medan  perang. 
Dalam suatu kurun waktu,  ikat  lengan berwarna putih dipertimbangkan
sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna 
putih  telah  digunakan  dalam  konflik 
bersenjata  oleh  pembawa  bendera  putih  tanda 
gencatan  senjata,  khususnya  untuk 
menyatakan  menyerah.  Penggunaan  warna  putih 
pun  dapat  menimbulkan  kebingungan  sehingga 
perlu  dicari  suatu 
kemungkinan Lambang lainnya.  
Delegasi dari Konferensi Internasional tahun 1863 akhirnya memilih Lambang
Palang Merah di atas dasar putih, 
warna  kebalikan dari bendera nasional Swiss  (palang putih diatas
dasar merah)  sebagai bentuk penghormatan  terhadap 
Negara  Swiss  yang  memfasilitasi  berlangsungnya 
Konferensi  Internasional  saat  itu.  Bentuk 
Palang  Merah  pun 
memberikan  keuntungan  teknis  karena  dinilai 
memiliki  desain  yang  sederhana  sehingga 
mudah  dikenali  dan  mudah 
dibuat.  Selanjutnya  pada  tahun  1863, Konferensi 
Internasional  bertemu  di  Jenewa  dan  sepakat
mengadopsi  Lambang 
Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan
bagi tentara yang terluka – yang kemudian 
berubah menjadi  Perhimpunan Nasional  Palang Merah.  Pada 
tahun  1864, Lambang  Palang Merah  di  atas 
dasar  putih 
secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.   
Lambang Bulan Sabit Merah 
Delegasi dari Konferensi 1863  tidak memiliki sedikitpun niatan untuk
menampilkan sebuah simbol kepentingan 
tertentu,  dengan mengadopsi  Palang Merah  di  atas 
dasar  putih. Namun  pada  tahun  1876  saat
Balkan  dilanda  perang, 
sejumlah  pekerja  kemanusiaan  yang  tertangkap 
oleh  Kerajaan  Ottoman  (saat  ini  Turki) 
dibunuh  semata-mata  karena 
mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta
penjelasan mengenai hal ini, mereka 
menekankan  mengenai  kepekaan  tentara  kerajaan 
terhadap  Lambang  berbentuk  palang  dan 
mengajukan  agar 
Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk
menggunakan Lambang yang berbeda 
yaitu  Bulan  Sabit Merah.  Gagasan  ini 
perlahan-lahan mulai  diterima  dan memperoleh  semacam 
pengesahan  dalam 
bentuk  “reservasi”  dan  pada Konferensi 
Internasional  tahun  1929  secara  resmi 
diadopsi  sebagai Lambang  yang  diakui dalam Konvensi,
bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di atas dasar putih yang saat
itu dipilih oleh 
Persia  (saat  ini  Iran).  Tahun  1980, 
Republik  Iran memutuskan  untuk  tidak  lagi
menggunakan  Lambang  tersebut  dan 
memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah. 
Lambang Kristal Merah 
Pada  Konferensi  Internasional  yang  ke-29 
tahun  2006,    sebuah  keputusan  penting 
lahir,  yaitu  diadopsinya 
Lambang Kristal Merah  sebagai Lambang  keempat  dalam
Gerakan  dan memiliki  status  yang  sama  dengan
Lambang 
lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang
mengesahkan Lambang Kristal Merah 
tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan  III  tentang penambahan
Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang  sudah 
disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005.  Usulan membuat
Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, 
diharapkan  dapat menjadi  jawaban,  ketika  Lambang 
Palang Merah  dan  Bulan  Sabit Merah  tidak 
bisa  digunakan  dan 
„masuk‟  ke  suatu  wilayah  konflik.  Mau  tidak  mau,  perlu  disadari  bahwa  masih  banyak  pihak  selain 
Gerakan  yang
menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan
tertentu. 
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan
yaitu: dapat digunakan  secara
penuh  oleh  suatu Perhimpunan Nasional,  dalam  arti
mengganti Lambang Palang Merah  atau Bulan  Sabit Merah 
yang
sudah  digunakan  sebelumnya,  atau menggunakan  Lambang
Kristal Merah  dalam waktu  tertentu  saja  ketika 
Lambang
lainnya  tidak  dapat  diterima  di  suatu 
daerah.  Artinya,  baik  Perhimpunan  Nasional, 
ICRC  dan  Federasi  pun  dapat
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan  tanpa
mengganti kebijakan merubah Lambang
sepenuhnya. 
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ada dalam:
1.  Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2.  Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3.  Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4.  Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5.  Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional tahun 1991 
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
boleh sampai menyentuh
pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah
lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang
Bulan  Sabit Merah,  arah menghadapnya  (ke  kanan 
atau  ke  kiri)  tidak  ditentukan,  terserah 
kepada  Perhimpunan  yang
menggunakannya.
Selanjutnya,  aturan  penggunaan  Lambang  bagi 
Perhimpunan  Nasional  maupun  bagi  lembaga 
yang  menjalin
kerjasama  dengan  Perhimpunan  Nasional,  misalnya 
untuk  penggalangan  dana  dan  kegiatan  sosial 
lainnya  tercantum
dalam  “Regulations  on  the Use  of  the  Emblem 
of  the  Red  Cross  and  of  the  Red
Crescent  by National  Societies”.
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku
sejak 1992.  
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
·  Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
·  Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan
perang/konflik 
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang  tersebut harus dalam
ukuran kecil, berfungsi pula untuk
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai
Tanda Pengenal  juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau
bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk
itu,  Gerakan  secara  organisasi  dapat 
mengatur  secara  teknis  penggunaan  Tanda 
Pengenal  misalnya  dalam  seragam,
bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal
pun harus didasarkan pada undang-
undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya. 
Apabila  Lambang  digunakan  sebagai  tanda 
pelindung,  Lambang  tersebut  harus  menimbulkan 
sebuah  reaksi
otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus
selalu ditampakkan dalam bentuknya
yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan
padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan
Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus
dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin,
ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang
menandakan adanya perlindungan
bagi:
·  Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata
·  Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
·  Unit  dan  transportasi medis  Perhimpunan
Nasional  apabila  digunakan  sebagai  perbantuan 
terhadap  pelayanan
medis angkatan bersenjata
·  Peralatan Medis
 Penyalahgunaan Lambang
Setiap  negara  peserta  Konvensi  Jenewa 
memiliki  kewajiban  membuat  peraturan  atau 
undang-undang  untuk
mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus
mengesahkan suatu peraturan untuk
melindungi  Lambang  Palang  Merah  dan  Bulan 
Sabit  Merah.  Dengan  demikian,  pemakaian 
Lambang  yang  tidak
diperbolehkan  oleh  Konvensi  Jenewa  dan 
Protokol  Tambahan  merupakan  pelanggaran  hukum. 
Bentuk-bentuk
penyalahgunaan Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation): 
Penggunaan  tanda-tanda  yang  dapat  disalah 
artikan  sebagai  lambang  Palang  Merah  atau 
bulan  sabit  merah
(misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan
komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation): 
Penggunaan  lambang  Palang  Merah  atau  bulan 
sabit  merah  oleh  kelompok  atau  perseorangan 
(perusahaan 
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb)
atau penggunaan  lambang oleh orang
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang
yang  berhak menggunakan  lambang  namun menggunakannya 
untuk  dapat melewati  batas  negara  dengan  lebih
mudah
pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave
misuse)
Penggunaan  lambang  Palang Merah  atau  bulan 
sabit  merah  dalam  masa  perang  untuk 
melindungi  kombatan
bersenjata  atau  perlengkapan militer  (misalnya 
ambulans  atau  helikopter  ditandai  dengan 
lambang  untuk mengangkut
kombatan  yang  bersenjata;  tempat  penimbunan 
amunisi  dilindungi  dengan  bendera  Palang Merah) 
dianggap  sebagai
kejahatan perang.
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
A. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar
Definisi
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab
utama, asal atau dasar. Prinsip juga
dapat  berarti  „suatu  aturan-aturan  dasar  yang
mengekspresikan  nilai-nilai  dasar  suatu  kelompok 
komunitas  yang  tidak
berubah-ubah dalam keadaan apapun.
menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan
tertentu.  
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan
yaitu: dapat digunakan  secara 
penuh  oleh  suatu Perhimpunan Nasional,  dalam  arti
mengganti Lambang Palang Merah  atau Bulan  Sabit Merah 
yang 
sudah  digunakan  sebelumnya,  atau menggunakan  Lambang
Kristal Merah  dalam waktu  tertentu  saja  ketika 
Lambang 
lainnya  tidak  dapat  diterima  di  suatu 
daerah.  Artinya,  baik  Perhimpunan  Nasional, 
ICRC  dan  Federasi  pun  dapat 
menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan  tanpa
mengganti kebijakan merubah Lambang 
sepenuhnya.  
B. Ketentuan Lambang 
Bentuk dan Penggunaan 
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ada dalam: 
1.  Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45 
2.  Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45 
3.  Protokol 1 Jenewa tahun 1977 
4.  Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965 
5.  Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional tahun 1991  
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak
boleh sampai menyentuh 
pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah
lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang 
Bulan  Sabit Merah,  arah menghadapnya  (ke  kanan 
atau  ke  kiri)  tidak  ditentukan,  terserah 
kepada  Perhimpunan  yang 
menggunakannya. 
Selanjutnya,  aturan  penggunaan  Lambang  bagi 
Perhimpunan  Nasional  maupun  bagi  lembaga 
yang  menjalin 
kerjasama  dengan  Perhimpunan  Nasional,  misalnya 
untuk  penggalangan  dana  dan  kegiatan  sosial 
lainnya  tercantum 
dalam  “Regulations  on  the Use  of  the  Emblem 
of  the  Red  Cross  and  of  the  Red
Crescent  by National  Societies”. 
Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku
sejak 1992.   
Fungsi Lambang 
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk : 
·  Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai 
·  Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan
perang/konflik  
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang  tersebut harus dalam
ukuran kecil, berfungsi pula untuk 
mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip
Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai 
Tanda Pengenal  juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau
bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk 
itu,  Gerakan  secara  organisasi  dapat 
mengatur  secara  teknis  penggunaan  Tanda 
Pengenal  misalnya  dalam  seragam, 
bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal
pun harus didasarkan pada undang-
undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.  
Apabila  Lambang  digunakan  sebagai  tanda 
pelindung,  Lambang  tersebut  harus  menimbulkan 
sebuah  reaksi 
otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus
selalu ditampakkan dalam bentuknya 
yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan
padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan 
Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus
dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, 
ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang
menandakan adanya perlindungan 
bagi: 
·  Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata 
·  Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata 
·  Unit  dan  transportasi medis  Perhimpunan
Nasional  apabila  digunakan  sebagai  perbantuan 
terhadap  pelayanan 
medis angkatan bersenjata 
·  Peralatan Medis 
 Penyalahgunaan Lambang 
Setiap  negara  peserta  Konvensi  Jenewa 
memiliki  kewajiban  membuat  peraturan  atau 
undang-undang  untuk 
mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus
mengesahkan suatu peraturan untuk 
melindungi  Lambang  Palang  Merah  dan  Bulan 
Sabit  Merah.  Dengan  demikian,  pemakaian 
Lambang  yang  tidak 
diperbolehkan  oleh  Konvensi  Jenewa  dan 
Protokol  Tambahan  merupakan  pelanggaran  hukum. 
Bentuk-bentuk 
penyalahgunaan Lambang yaitu: 
> Peniruan (Imitation):  
Penggunaan  tanda-tanda  yang  dapat  disalah 
artikan  sebagai  lambang  Palang  Merah  atau 
bulan  sabit  merah 
(misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan
komersial. 
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):  
Penggunaan  lambang  Palang  Merah  atau  bulan 
sabit  merah  oleh  kelompok  atau  perseorangan 
(perusahaan  
komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb)
atau penggunaan  lambang oleh orang 
yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan
Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang 
yang  berhak menggunakan  lambang  namun menggunakannya 
untuk  dapat melewati  batas  negara  dengan  lebih
mudah 
pada saat tidak sedang tugas). 
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave
misuse) 
Penggunaan  lambang  Palang Merah  atau  bulan 
sabit  merah  dalam  masa  perang  untuk 
melindungi  kombatan 
bersenjata  atau  perlengkapan militer  (misalnya 
ambulans  atau  helikopter  ditandai  dengan 
lambang  untuk mengangkut 
kombatan  yang  bersenjata;  tempat  penimbunan 
amunisi  dilindungi  dengan  bendera  Palang Merah) 
dianggap  sebagai 
kejahatan perang. 
PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH 
DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL 
A. Sejarah Munculnya Prinsip Dasar 
Definisi 
Kata “prinsip” berasal dari bahasa Latin “principium” yang berarti penyebab
utama, asal atau dasar. Prinsip juga 
dapat  berarti  „suatu  aturan-aturan  dasar  yang
mengekspresikan  nilai-nilai  dasar  suatu  kelompok 
komunitas  yang  tidak 
berubah-ubah dalam keadaan apapun.‟ Sebagai contoh, penghargaan kepada individu
adalah suatu prinsip yang mendasari
kemerdekaan. 
Landasan
Banyaknya  Perhimpunan  Nasional  Palang  Merah 
dan  Bulan  Sabit  Merah  yang  bekerja 
dalam  konteks  yang
berbeda-beda,  dengan  puluhan  juta  anggota, 
Gerakan  Palang  Merah  dan  Bulan  Sabit 
Merah  memiliki  warna  yang
beraneka  ragam.  Lebih  dari  itu, 
pekerjaannya  pada  dasarnya  terdiri  dari 
kegiatan  sehari-hari  yang  praktis  dan  yang
seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi
ketidakcocokan dan memupuk tindakan
yang  konsisten  dan  efektif, Gerakan memerlukan 
standar  yang  universal  sebagai  referensi, 
seperangkat  kebijakan  dan
pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar.
Batasan
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya
terbatas pada pemberian bantuan pada
tentara  yang  luka  dan  sakit  dalam 
masa  perang.  Namun  dengan  berlalunya  waktu, 
tugasnya  menjadi  lebih  luas  dan
beraneka-ragam.  Untuk  tetap  dapat  mengontrol 
kegiatannya  yang  terus  berkembang,  dan 
menghindari  perpecahan,
Gerakan  memformulasikan  prinsip  mereka  sendiri 
untuk  diketahui  oleh  semua  orang  dan 
untuk  lebih  dapat
mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka.
Asal-Usul
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak
kategori Prinsip yang diajukan.
Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula  terdapat pada Deklarasi
Oxford (1946), namun  teks masih kasar dan
lepas-lepas. Pada  tahun 1949, adanya Prinsip Dasar  telah disebutkan
pula dalam konvensi  I (pasal 44) dan konvensi  IV
(pasal 63). Selanjutnya berkembang pada  tahun 1955 dimana  
Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik
dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan
Prinsip Organis (Organic). Pada konteks
Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan 
tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan
dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap
saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet
pun menjadi  dasar  pertimbangan  tertulis  dan 
resmi  diumumkan  di Viena,  konverensi 
Internasional  Palang Merah  dan
Bulan  Sabit Merah  ke-20.  namun  demikian, 
baru  pada  tahu  1979,  Pictet menulis  uraian 
tentang  Prinsip  Dasar  yang
ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip
Dasar  dan  memasukannya  kedalam  pembukaan 
statuta  baru.  Ketujuh  Prinsip  dasar  itu 
meliputi  :  Kemanusiaan,
Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.  
 Makna dan Kategori
Ketujuh  prinsip  merupakan  satu  kesatuan 
yang  tidak  dapat  dipisahkan.  Prinsip-prinsip 
tersebut  dapat  dilihat
sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya  jatuh
atau diambil. Meskipun setiap bagian saling
terikat  dan  tergantung,  masing-masing  memiliki 
peranan  sendiri-sendiri.  Prinsip-prinsip  ini 
dapat  dibagi  dalam  tiga
kategori, yaitu: 
> Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan
Prinsip-prinsip  ini berlaku  sebagai  inspirasi organisasi,
merupakan  tujuan dari Gerakan, menentukan  tindakan-
tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang
dilakukan untuk melayani umat manusia.
> Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian
Prinsip  yang memungkinkan  untuk mengaplikasikan  prinsip 
substansi  /  utama, menjamin  kepercayaan  semua
orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah.
> Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.
Prinsip-prinsip  ini  sebagai  standar  untuk 
aplikasi,  berhubungan  dengan  struktur  dan 
operasi  organisasi,
merupakan „batu fondasi
kemerdekaan.  
Landasan 
Banyaknya  Perhimpunan  Nasional  Palang  Merah 
dan  Bulan  Sabit  Merah  yang  bekerja 
dalam  konteks  yang 
berbeda-beda,  dengan  puluhan  juta  anggota, 
Gerakan  Palang  Merah  dan  Bulan  Sabit 
Merah  memiliki  warna  yang 
beraneka  ragam.  Lebih  dari  itu, 
pekerjaannya  pada  dasarnya  terdiri  dari 
kegiatan  sehari-hari  yang  praktis  dan  yang 
seringkali diimprovisasi. Dalam rangka mengatasi perbedaan ini, meminimalisasi
ketidakcocokan dan memupuk tindakan 
yang  konsisten  dan  efektif, Gerakan memerlukan 
standar  yang  universal  sebagai  referensi, 
seperangkat  kebijakan  dan 
pendekatan yang umum; dengan kata lain, Prinsip-prinsip Dasar. 
Batasan 
Pekerjaan Gerakan pada awalnya relatif lebih sederhana, karena tugasnya
terbatas pada pemberian bantuan pada 
tentara  yang  luka  dan  sakit  dalam 
masa  perang.  Namun  dengan  berlalunya  waktu, 
tugasnya  menjadi  lebih  luas  dan 
beraneka-ragam.  Untuk  tetap  dapat  mengontrol 
kegiatannya  yang  terus  berkembang,  dan 
menghindari  perpecahan, 
Gerakan  memformulasikan  prinsip  mereka  sendiri 
untuk  diketahui  oleh  semua  orang  dan 
untuk  lebih  dapat 
mendefinisikan jenis kegiatan kemanusiaan mereka. 
Asal-Usul 
Sebelum Gerakan mengadopsi tujuh Prinsip Dasar yang ada saat ini, telah banyak
kategori Prinsip yang diajukan. 
Usulan adanya Prinsip Dasar bagi Gerakan, semula  terdapat pada Deklarasi
Oxford (1946), namun  teks masih kasar dan 
lepas-lepas. Pada  tahun 1949, adanya Prinsip Dasar  telah disebutkan
pula dalam konvensi  I (pasal 44) dan konvensi  IV 
(pasal 63). Selanjutnya berkembang pada  tahun 1955 dimana  
Jean Pictet mulai menulis penelitiannya secara sistematik 
dan membagi Prinsip menjadi 2 kategori yaitu Prinsip Dasar (fumandental) dan
Prinsip Organis (Organic). Pada konteks 
Palang Merah, suatu prinsip menurut Jean Pictet adalah aturan-aturan 
tindakan yang wajib, berdasar pada pertimbangan 
dan pengalaman, yang mengatur kegiatan dari semua komponen Gerakan pada setiap
saat. Sejak tahun 1965, Buku Pictet 
pun menjadi  dasar  pertimbangan  tertulis  dan 
resmi  diumumkan  di Viena,  konverensi 
Internasional  Palang Merah  dan 
Bulan  Sabit Merah  ke-20.  namun  demikian, 
baru  pada  tahu  1979,  Pictet menulis  uraian 
tentang  Prinsip  Dasar  yang 
ditulisnya. Secara resmi, Konverensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah ke-25 mengadopsi Tujuh Prinsip 
Dasar  dan  memasukannya  kedalam  pembukaan 
statuta  baru.  Ketujuh  Prinsip  dasar  itu 
meliputi  :  Kemanusiaan, 
Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan.   
 Makna dan Kategori 
Ketujuh  prinsip  merupakan  satu  kesatuan 
yang  tidak  dapat  dipisahkan.  Prinsip-prinsip 
tersebut  dapat  dilihat 
sebagai suatu piramida yang akan rusak apabila salah satu bagiannya  jatuh
atau diambil. Meskipun setiap bagian saling 
terikat  dan  tergantung,  masing-masing  memiliki 
peranan  sendiri-sendiri.  Prinsip-prinsip  ini 
dapat  dibagi  dalam  tiga 
kategori, yaitu:  
> Prinsip Substantif/utama, meliputi Kemanusiaan dan Kesamaan 
Prinsip-prinsip  ini berlaku  sebagai  inspirasi organisasi,
merupakan  tujuan dari Gerakan, menentukan  tindakan-
tindakan di masa perang, pada saat bencana alam atau kegiatan lain yang
dilakukan untuk melayani umat manusia. 
> Prinsip Derivatif/ turunan, meliputi Kenetralan dan Kemandirian 
Prinsip  yang memungkinkan  untuk mengaplikasikan  prinsip 
substansi  /  utama, menjamin  kepercayaan  semua 
orang dan memungkinkan Gerakan untuk mencapai tujuannya tanpa masalah. 
> Prinsip dan organis, meliputi Kesukarelaan, Kesatuan dan
Kesemestaan. 
Prinsip-prinsip  ini  sebagai  standar  untuk 
aplikasi,  berhubungan  dengan  struktur  dan 
operasi  organisasi, 
merupakan „batu fondasi‟ dari Gerakan. Tanpanya Gerakan tidak dapat bertindak atau akan
menghilang secara perlahan.
Hubungan Antarprinsip
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis,
sehingga pada tingkatan tertentu
setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya. 
Prinsip non-diskriminasi  (kesamaan) berhubungan dengan prinsip  inti
Kemanusiaan. “Ras dan agamamu  tidak
penting  untukku.  Hanya  kenyataan  bahwa  kamu 
menderita,”  kata  Louis  Pasteur.  Pernyataan 
ini  memberi  penjelasan
bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep
Kemanusiaan. Satu mendukung yang
lainnya.  Prinsip  proporsional  (dalam Kesamaan) 
berasal  dari  prinsip Kemanusiaan  dan 
non-diskriminasi  (Kesamaan).
Dapat  ditambahkan  pada  pernyataan  Pasteur 
“...  dan  aku  akan  merawatmu  berdasarkan 
tingkat  keparahan
penderitaanmu.” Bantuan  terbesar  harus diberikan  kepada
mereka  yang memiliki kebutuhan  terbesar. Perhatian 
khusus
atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua
prinsip di atas.   
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan 
lainnya, namun  juga berkaitan dengan
non-diskriminasi  (kesamaan).  Tentu  saja  seseorang 
tidak  dapat  menyatakan  dirinya  netral 
selagi  ia  berada  di  bawah
kekuasaan orang  lain. Begitu pula seseorang  tidak dapat menyatakan
dirinya mandiri apabila  ia memihak. Kecerobohan
terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar
kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua
prinsip  ini  sungguh-sungguh  saling  bergantung 
satu  dengan  lainnya,  dan  tidak  terpisahkan 
dengan  prinsip  non-
diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih
kasih.
Kesukarelaan  (termasuk  tidak  pamrih)  terkait 
dengan  Kemanusiaan.  Untuk  menyatakan  bahwa 
seseorang
“memiliki rasa amal  terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama
mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada
prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan
diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan
demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan
non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti
bahwa hanya boleh  ada satu perhimpunan nasional di  setiap negara.
Sebagaimana yang  tampak nyata,  ada  resiko besar
bahwa  Perhimpunan  Nasional  dapat  terpengaruh 
atau  jatuh  ke  suatu  kecenderungan  pandangan 
tertentu.  Dengan
demikian,  non-diskriminasi  sangatlah  penting  bagi 
Kesatuan.  Kesemestaan  merupakan  sebagian  dari 
lanjutan
kemanusiaan dan non-diskriminasi. Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi
penderitaan mereka yang dekat dengan
kita  (diskriminasi). Apabila demikian maka  “memiliki 
rasa  amal  terhadap orang  lain” menjadi  tidak
murni  lagi  karena
hanya  menyangkut  pada  orang-orang  tertentu 
saja.  Maka  secara  logis,  Kemanusiaan  dan 
non-diskriminasi  bersifat
universal.
Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan
a)  Kemanusiaan
”Gerakan  Palang  Merah  dan  Bulan  Sabit 
Merah  Internasional  didirikan  berdasarkan 
keinginan  memberi
pertolongan  tanpa  membedakan  korban  yang 
terluka  di  dalam  pertempuran,  mencegah  dan 
mengatasi  penderitaan
sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan,
kerjasama dan perdamaian abadi bagi
sesama manusia.”
Mewakili  asal-usul  Gerakan,  prinsip  kemanusiaan 
menyatakan  bahwa  tidak  boleh  satupun 
pelayanan  yang
menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan.
Tujuannya adalah untuk melindungi
hidup  dan  kesehatan  serta menjamin  penghargaan 
terhadap manusia.  Di masa  damai,  perlindungan  berarti
mencegah
penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan
hidup (mis. pelatihan   Pertolongan
Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang
dilindungi oleh HPI (agar korban tidak
meninggal  kelaparan,  tidak  diperlakukan  secara 
semena-semena,  atau  tidak menghilang). Kemanusiaan
meningkatkan
saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama
manusia.
b) Kesamaan
”Gerakan  ini  tidak  membuat  perbedaan  atas 
dasar  kebangsaan,  kesukuan,  agama  atau 
pandangan  politik.
Tujuannya  semata-mata  mengurangi  penderitaan 
manusia  sesuai  dengan  kebutuhannya  dan 
mendahulukan  keadaan
yang paling parah” Non-diskriminasi  terhadap  kebangsaan, 
suku,  agama,  golongan  atau  pandangan 
politik  adalah  sebuah  aturan
wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa
kawan maupun lawan dibantu secara
merata,  dan  diberikan  berdasarkan  pertimbangan 
kebutuhan.  Prioritas  pemberian  bantuan  harus 
berdasarkan  tingkat
kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi
c)  Kenetralan
”Agar  senantiasa mendapat  kepercayaan  dari  semua 
pihak,  gerakan  ini  tidak boleh memihak  atau
melibatkan
diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.”
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama,
ras atau  ideologi. Apabila
Palang  Merah  atau  Bulan  Sabit  Merah 
memihak,  mereka  akan  kehilangan  kepercayaan 
dari  salah  satu  kelompok
masyarakat  dan  sulit  untuk melanjutkan  ativitas
mereka.  Setiap  anggota  Gerakan  dituntut 
untuk  dapat menahan  diri,
bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang
bertugas.
d) Kemandirian
”Gerakan  ini  bersifat  mandiri.  Perhimpunan 
Nasional  di  samping  membantu  Pemerintahnya 
dalam  bidang
kemanusiaan,  juga  harus mentaati  peraturan 
negaranya,  harus  selalu menjaga  otonominya 
sehingga  dapat  bertindak
sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.”
Secara umum, kemandirian berarti bahwa  institusi Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah menolak  segala  jenis
campur  tangan yang bersifat politis,  ideologis  atau 
ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari  jalur  kegiatan
yang
telah  ditetapkan  oleh  tuntutan  kemanusiaan. 
Contohnya,  tidak  boleh  menerima  sumbangan 
uang  dari  siapapun  yang
mensyaratkan  bahwa  peruntukkannya  ditujukan  bagi 
sekelompok  orang  secara  khusus  berdasarkan 
alasan  politis,
kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok  lainnya yang
kebutuhannya mungkin  lebih mendesak. Tidak
ada  suatu  institusi  Palang Merah  pun  yang 
boleh  tampak  sebagai  alat  kebijakan  pemerintah.
Walaupun  Perhimpunan
Nasional  diakui  oleh  pemerintahnya  sebagai 
alat  bantu  pemerintah,  dan  harus  tunduk 
pada  hukum  negaranya, mereka
harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip
Gerakan setiap saat.
e)  Kesukarelaan 
“Gerakan  ini  adalah  gerakan  pemberi  bantuan 
sukarela,  yang  tidak  didasari  oleh 
keinginan  untuk  mencari
keuntungan apa pun.”
Kesukarelaan  adalah  proposal  yang  sangat  tidak
mementingkan  diri  sendiri  dari  seseorang  yang
melaksanakan
suatu  tugas  khusus  untuk  orang  lain 
dalam  semangat  persaudaraan manusia. Apakah  dilakukan 
tanpa  bayaran maupun
untuk  suatu pengakuan  atau kompensasi,  faktor utama 
adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk
memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan
terhadap tujuan kemanusiaan. 
f)  Kesatuan
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah yang terbuka untuk
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.”
Prinsip  kesatuan  secara  khusus  berhubungan 
dengan  struktur  institusi  dari  Perhimpunan 
Nasional.  Di  negara
manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional
biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan
tersebut  merupakan  satu-satunya  Perhimpunan 
Nasional  yang  dapat  melaksanakan  segala 
kegiatannya  di  wilayah
nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di
negaranya juga merupakan salah satu syarat
agar dapat diakui oleh ICRC.
g)  Kesemestaan
”Gerakan  Palang Merah  dan  Bulan  Sabit Merah 
Internasional  adalah  bersifat  semesta.  Setiap 
Perhimpunan
Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.” 
Hubungan Antarprinsip 
Prinsip-prinsip ini saling berhubungan. Hubungan antar prinsip sangatlah logis,
sehingga pada tingkatan tertentu 
setiap prinsip berasal dari prinsip lainnya.  
Prinsip non-diskriminasi  (kesamaan) berhubungan dengan prinsip  inti
Kemanusiaan. “Ras dan agamamu  tidak 
penting  untukku.  Hanya  kenyataan  bahwa  kamu 
menderita,”  kata  Louis  Pasteur.  Pernyataan 
ini  memberi  penjelasan 
bahwa konsep non-diskriminasi secara luas sangat berkaitan dengan dengan konsep
Kemanusiaan. Satu mendukung yang 
lainnya.  Prinsip  proporsional  (dalam Kesamaan) 
berasal  dari  prinsip Kemanusiaan  dan 
non-diskriminasi  (Kesamaan). 
Dapat  ditambahkan  pada  pernyataan  Pasteur 
“...  dan  aku  akan  merawatmu  berdasarkan 
tingkat  keparahan 
penderitaanmu.” Bantuan  terbesar  harus diberikan  kepada
mereka  yang memiliki kebutuhan  terbesar. Perhatian 
khusus 
atas “keseimbangan/proporsionalitas” adalah konsekwensi logis dari kedua
prinsip di atas.    
Kenetralan dan kemandirian bukan hanya saling berkaitan satu dengan 
lainnya, namun  juga berkaitan dengan 
non-diskriminasi  (kesamaan).  Tentu  saja  seseorang 
tidak  dapat  menyatakan  dirinya  netral 
selagi  ia  berada  di  bawah 
kekuasaan orang  lain. Begitu pula seseorang  tidak dapat menyatakan
dirinya mandiri apabila  ia memihak. Kecerobohan 
terkecil dalam hal ini akan menyebabkan salah satu dari Prinsip ini terdengar
kosong dan tidak berarti. Karenanya kedua 
prinsip  ini  sungguh-sungguh  saling  bergantung 
satu  dengan  lainnya,  dan  tidak  terpisahkan 
dengan  prinsip  non-
diskriminasi, yang muncul sebagai suatu kewajiban untuk bertindak tanpa pilih
kasih. 
Kesukarelaan  (termasuk  tidak  pamrih)  terkait 
dengan  Kemanusiaan.  Untuk  menyatakan  bahwa 
seseorang 
“memiliki rasa amal  terhadap orang lain” atau “ikut menderita bersama
mereka” (dua definsi yang dapat diberikan pada 
prinsip Kemanusiaan) tidaklah sesuai dengan sikap perhitungan dan mementingkan
diri sendiri. Sifat tidak pamrih dengan 
demikian merupakan satu aspek dari prinsip ini. Kesatuan berkait dengan
non-diskriminasi (kesamaan): kesatuan berarti 
bahwa hanya boleh  ada satu perhimpunan nasional di  setiap negara.
Sebagaimana yang  tampak nyata,  ada  resiko besar 
bahwa  Perhimpunan  Nasional  dapat  terpengaruh 
atau  jatuh  ke  suatu  kecenderungan  pandangan 
tertentu.  Dengan 
demikian,  non-diskriminasi  sangatlah  penting  bagi 
Kesatuan.  Kesemestaan  merupakan  sebagian  dari 
lanjutan 
kemanusiaan dan non-diskriminasi. Prinsip Kemanusiaan tidak hanya berlaku bagi
penderitaan mereka yang dekat dengan 
kita  (diskriminasi). Apabila demikian maka  “memiliki 
rasa  amal  terhadap orang  lain” menjadi  tidak
murni  lagi  karena 
hanya  menyangkut  pada  orang-orang  tertentu 
saja.  Maka  secara  logis,  Kemanusiaan  dan 
non-diskriminasi  bersifat 
universal. 
Implementasi Prinsip Dasar dalam Aktivitas Kepalangmerahan 
a)  Kemanusiaan 
”Gerakan  Palang  Merah  dan  Bulan  Sabit 
Merah  Internasional  didirikan  berdasarkan 
keinginan  memberi 
pertolongan  tanpa  membedakan  korban  yang 
terluka  di  dalam  pertempuran,  mencegah  dan 
mengatasi  penderitaan 
sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, persahabatan,
kerjasama dan perdamaian abadi bagi 
sesama manusia.” 
Mewakili  asal-usul  Gerakan,  prinsip  kemanusiaan 
menyatakan  bahwa  tidak  boleh  satupun 
pelayanan  yang 
menguntungkan seseorang yang menderita di manapun mereka berada, ditiadakan.
Tujuannya adalah untuk melindungi 
hidup  dan  kesehatan  serta menjamin  penghargaan 
terhadap manusia.  Di masa  damai,  perlindungan  berarti
mencegah 
penyakit, bencana atau kecelakaan atau mengurangi efeknya dengan menyelamatkan
hidup (mis. pelatihan   Pertolongan 
Pertama). Di masa perang, artinya adalah pemberian bantuan kepada mereka yang
dilindungi oleh HPI (agar korban tidak 
meninggal  kelaparan,  tidak  diperlakukan  secara 
semena-semena,  atau  tidak menghilang). Kemanusiaan
meningkatkan 
saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama
manusia. 
b) Kesamaan 
”Gerakan  ini  tidak  membuat  perbedaan  atas 
dasar  kebangsaan,  kesukuan,  agama  atau 
pandangan  politik. 
Tujuannya  semata-mata  mengurangi  penderitaan 
manusia  sesuai  dengan  kebutuhannya  dan 
mendahulukan  keadaan 
yang paling parah” Non-diskriminasi  terhadap  kebangsaan, 
suku,  agama,  golongan  atau  pandangan 
politik  adalah  sebuah  aturan 
wajib yang menuntut agar segala perbedaan antara pribadi dikesampingkan, bahwa
kawan maupun lawan dibantu secara 
merata,  dan  diberikan  berdasarkan  pertimbangan 
kebutuhan.  Prioritas  pemberian  bantuan  harus 
berdasarkan  tingkat 
kedaruratannya serta proporsional dengan penderitaan yang ingin diatasi 
c)  Kenetralan 
”Agar  senantiasa mendapat  kepercayaan  dari  semua 
pihak,  gerakan  ini  tidak boleh memihak  atau
melibatkan 
diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau ideologi.” 
Kenetralan berarti menahan diri dari memihak dalam permasalahan politik, agama,
ras atau  ideologi. Apabila 
Palang  Merah  atau  Bulan  Sabit  Merah 
memihak,  mereka  akan  kehilangan  kepercayaan 
dari  salah  satu  kelompok 
masyarakat  dan  sulit  untuk melanjutkan  ativitas
mereka.  Setiap  anggota  Gerakan  dituntut 
untuk  dapat menahan  diri, 
bersikap netral dan tidak mengungkapkan pendapat mereka selama sedang
bertugas. 
d) Kemandirian 
”Gerakan  ini  bersifat  mandiri.  Perhimpunan 
Nasional  di  samping  membantu  Pemerintahnya 
dalam  bidang 
kemanusiaan,  juga  harus mentaati  peraturan 
negaranya,  harus  selalu menjaga  otonominya 
sehingga  dapat  bertindak 
sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan ini.” 
Secara umum, kemandirian berarti bahwa  institusi Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah menolak  segala  jenis 
campur  tangan yang bersifat politis,  ideologis  atau 
ekonomis yang dapat mengalihkan mereka dari  jalur  kegiatan
yang 
telah  ditetapkan  oleh  tuntutan  kemanusiaan. 
Contohnya,  tidak  boleh  menerima  sumbangan 
uang  dari  siapapun  yang 
mensyaratkan  bahwa  peruntukkannya  ditujukan  bagi 
sekelompok  orang  secara  khusus  berdasarkan 
alasan  politis, 
kesukuan atau agama dengan mengesampingkan kelompok  lainnya yang
kebutuhannya mungkin  lebih mendesak. Tidak 
ada  suatu  institusi  Palang Merah  pun  yang 
boleh  tampak  sebagai  alat  kebijakan  pemerintah.
Walaupun  Perhimpunan 
Nasional  diakui  oleh  pemerintahnya  sebagai 
alat  bantu  pemerintah,  dan  harus  tunduk 
pada  hukum  negaranya, mereka 
harus selalu menjaga otonomi mereka agar dapat bertindak sesuai dengan prinsip
Gerakan setiap saat. 
e)  Kesukarelaan  
“Gerakan  ini  adalah  gerakan  pemberi  bantuan 
sukarela,  yang  tidak  didasari  oleh 
keinginan  untuk  mencari 
keuntungan apa pun.” 
Kesukarelaan  adalah  proposal  yang  sangat  tidak
mementingkan  diri  sendiri  dari  seseorang  yang
melaksanakan 
suatu  tugas  khusus  untuk  orang  lain 
dalam  semangat  persaudaraan manusia. Apakah  dilakukan 
tanpa  bayaran maupun 
untuk  suatu pengakuan  atau kompensasi,  faktor utama 
adalah bahwa pelaksanaannya bukanlah dengan keinginan untuk 
memperoleh keuntungan finansial namun dengan komitmen pribadi dan kesetiaan
terhadap tujuan kemanusiaan.  
f)  Kesatuan 
”Di dalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah yang terbuka untuk 
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.” 
Prinsip  kesatuan  secara  khusus  berhubungan 
dengan  struktur  institusi  dari  Perhimpunan 
Nasional.  Di  negara 
manapun, peraturan pemerintah yang mengakui sebuah Perhimpunan Nasional
biasanya menyatakan bahwa Perhimpunan 
tersebut  merupakan  satu-satunya  Perhimpunan 
Nasional  yang  dapat  melaksanakan  segala 
kegiatannya  di  wilayah 
nasional. Kenyataan bahwa sebuah Perhimpunan merupakan satu-satunya di
negaranya juga merupakan salah satu syarat 
agar dapat diakui oleh ICRC. 
g)  Kesemestaan 
”Gerakan  Palang Merah  dan  Bulan  Sabit Merah 
Internasional  adalah  bersifat  semesta.  Setiap 
Perhimpunan 
Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.”  
 
 
 
          
      
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
No comments:
Post a Comment